POTENSI
Peta Potensi Kawasan Perancangan
Pada kawasan perancangan terdapat potensi – potensi wilayah yang dibagi
berdasarkan aspek fisik, aspek kependudukan, sarana dan prasarana, serta
kebijakannya.
Aspek Fisik
Kawasan perancangan memiliki tingkat kelerengan datar (0-2 %) yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan permukiman, perkantoran, dan perdagangan. Jenis tanah yang dimiliki berupa tanah aluvial dan asosiasi aluvial kelabu yang cocok digunakan untuk lahan pertanian, pertambakan, dan permukiman. Selain itu, kawasan perancangan tidak berpotensi untuk terjadi bencana seperti amblesan tanah yang ekstrim, maupun terjadinya gerakan tanah dan merupakan kawasan sempadan pantai dan berhutan bakau/mangrove.
Aspek Kependudukan
Mayoritas masyarakat yang berada di sekitar kawasan perancangan bermata pencaharian sebagai nelayan, namun ada pula yang bekerja sebagai buruh tani tambak. Hal ini dapat mendorong pemanfaatan dan pengelolaan tambak secara optimal. Selain itu terdapat juga beberapa kelompok kegiatan warga seperti kelompok petani tambak, perkumpulan nelayan, maupun perkumpulan ibu – ibu seperti PKK dan pengrajin olahan mangrove serta tambak.
Aspek Sarana dan Prasarana
Dari aspek saran dan prasarana kawasan perancangan memiliki sungai yaitu Sungai Beringin yang dapat dimanfaatkan sebagai jalur transportasi air menggunakan perahu yang memuat ± 10 orang.
Aspek Kelembagaan
Terdapat kelompok masyarakat khususnya ibu – ibu yang mengolah bahan makanan dari hasil tambak, seperti keripik mangrove, keripik udang, dan olahan bandeng. Tidak hanya olahan makanan saja, tetapi terdapat pula batik mangrove yang dapat menjadi ciri khas kawasan pesisir Kota Semarang khususnya di Kecamatan Tugu, bahkan dari hasil – hasil olahan tambak ini telah terbentuk sentra batik mangrove, sentra keripik udang dan keripik mangrove, dan sentra olahan bandeng.
Kebijakan
Berdasarkan pola ruang, kawasan perancangan diperuntukkan sebagai kawasan pariwisata dan permukiman. Hal ini sangat mendukung konsep yang akan diterapkan pada kawasan perancangan yaitu sebagai tempat penginapan berupa cotage dan pemanfaatan tambak sebagai salah satu upaya pengembangan kawasan pariwisata. Selain itu kawasan perancangan termasuk ke dalam BWK X yang difungsikan sebagai pengembangan industri (Industri Wijayakusuma), perumahan berkepadatan sedang (sarpras 40% dari keseluruhan luas lahan), pendidikan, perikanan tangkap dan pertanian, pengembangan budidaya perikanan, pengolahan perikanan dan pengembangan wisata bahari.
Kawasan perancangan memiliki tingkat kelerengan datar (0-2 %) yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan permukiman, perkantoran, dan perdagangan. Jenis tanah yang dimiliki berupa tanah aluvial dan asosiasi aluvial kelabu yang cocok digunakan untuk lahan pertanian, pertambakan, dan permukiman. Selain itu, kawasan perancangan tidak berpotensi untuk terjadi bencana seperti amblesan tanah yang ekstrim, maupun terjadinya gerakan tanah dan merupakan kawasan sempadan pantai dan berhutan bakau/mangrove.
Aspek Kependudukan
Mayoritas masyarakat yang berada di sekitar kawasan perancangan bermata pencaharian sebagai nelayan, namun ada pula yang bekerja sebagai buruh tani tambak. Hal ini dapat mendorong pemanfaatan dan pengelolaan tambak secara optimal. Selain itu terdapat juga beberapa kelompok kegiatan warga seperti kelompok petani tambak, perkumpulan nelayan, maupun perkumpulan ibu – ibu seperti PKK dan pengrajin olahan mangrove serta tambak.
Aspek Sarana dan Prasarana
Dari aspek saran dan prasarana kawasan perancangan memiliki sungai yaitu Sungai Beringin yang dapat dimanfaatkan sebagai jalur transportasi air menggunakan perahu yang memuat ± 10 orang.
Aspek Kelembagaan
Terdapat kelompok masyarakat khususnya ibu – ibu yang mengolah bahan makanan dari hasil tambak, seperti keripik mangrove, keripik udang, dan olahan bandeng. Tidak hanya olahan makanan saja, tetapi terdapat pula batik mangrove yang dapat menjadi ciri khas kawasan pesisir Kota Semarang khususnya di Kecamatan Tugu, bahkan dari hasil – hasil olahan tambak ini telah terbentuk sentra batik mangrove, sentra keripik udang dan keripik mangrove, dan sentra olahan bandeng.
Kebijakan
Berdasarkan pola ruang, kawasan perancangan diperuntukkan sebagai kawasan pariwisata dan permukiman. Hal ini sangat mendukung konsep yang akan diterapkan pada kawasan perancangan yaitu sebagai tempat penginapan berupa cotage dan pemanfaatan tambak sebagai salah satu upaya pengembangan kawasan pariwisata. Selain itu kawasan perancangan termasuk ke dalam BWK X yang difungsikan sebagai pengembangan industri (Industri Wijayakusuma), perumahan berkepadatan sedang (sarpras 40% dari keseluruhan luas lahan), pendidikan, perikanan tangkap dan pertanian, pengembangan budidaya perikanan, pengolahan perikanan dan pengembangan wisata bahari.
MASALAH
Peta Masalah Kawasan Perancangan
Permasalahan yang sering terjadi di kawasan perancangan adalah banjir.
Banjir yang terjadi di kawasan ini disebabkan beberapa hal. Yang pertama,
tingginya tingkat abrasi air laut yang terjadi. Abrasi terjadi karena adanya
erosi yang dipengaruhi oleh tenaga air laut sehingga mengakibatkan pengikisan
pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Hal ini
alasan mengapa banyak ditemukan tanaman mangrove di kawasan perancangan karena
salah satu cara untuk mengatasi masalah abrasi. Kemudian penyebab banjir yang
kedua adalah buruknya kondisi saluran drainase di sekitar kawasan perancangan.
Untuk lebar dari saluran drainase yang berada di kawasan perancangan sudah
sesuai dengan SPM dengan lebar 30-40 cm dengan kedalaman 1 meter. Namun, yang
membuat saluran drainase di kawasan ini dalam kondisi buruk adalah sampah yang
belum terkelola dengan baik dan benar karena masih banyak sampah yang dibuang
sembarangan di pinggir jalan ataupun di tanah kosong dan di buang ke dalam
saluran drainase sehingga membuat salurannya tergenang sampah. Ketika
intensitas curah hujan tinggi diikuti dengan abrasi dari laut serta meluapnya
kali beringin yang ada di sekitar kawasan maka terjadilah banjir. Seringnya
terjadi banjir di sekitar kawasan perancangan menyebabkan jalan rusak dan
berlubang pada beberapa titik. Selain itu, banjir juga membuat permukiman warga
yang ada di sekitar kawasan perancangan terkesan kumuh. Berdasarkan hasil
wawancara dengan salah satu pemilik tambak di kawasan peracangan mengatakan bahwa
abrasi air laut yang terjadi juga ternyata mempengaruhi produktivitas tambak
miliknya yakni produktivitas kepiting dan udang.
“Sedangkan air tambak sudah banyak yang tercemar oleh
limbah industri yang ada di sekitar lahan tambak dan juga terkontaminasi dengan
abrasi air laut yang mengakibatkan udang dan kepiting jarang dijumpai karena
udang dan keptiting sangat peka terhadap air”(Hambali, 2015).